Dilans involvement in the motorbike gang imperils his relationship with Milea, whose distant relative returns from Belgium.dok. 20th Century Fox Setelah tampil gemilang dalam "Once Upon A Time in Hollywood", Brad Pitt kembali menggebrak lewat film "Ad Astra". Film science fiction besutan James Gray ini mendapat banyak respons positif dari para kritikus Times telah menyaksikan langsung "Ad Astra" di bioskop dan menemukan lima kelebihan serta kekurangan dari film terbaru Brad Pitt Hadir dengan cerita yang sederhana, tetapi punya makna sangat mendalam. Bukan film science fiction luar angkasa biasadok. 20th Century Fox"Ad Astra" berpusat pada tokoh Roy McBride Brad Pitt, seorang astronot Amerika Serikat yang terkenal sangat tenang dan berkepala di masa depan, diceritakan bahwa bumi dan sekitarnya terserang rentetan gelombang tenaga listrik misterius yang disebut 'The Surge' atau 'Gelora'. Roy McBride adalah salah satu yang berhasil lolos dari bencana akibat serangan yang dihidangkan sebenarnya cukup sederhana dan terkesan linear. Tidak ada plot twist, tanpa ada hambatan yang berlebih, tergolong sederhana dibanding film-film bertema luar angkasa serupa. Tetapi Ad Astra justru punya sisi yang Pitt tampil cukup memukau sebagai tokoh sentral dalam film ini. Walau akrab dengan karakter yang full testosteron atau manly banget, mantan suami Angelina Jolie ini sukses menunjukkan sisi sentimentalnya dengan apik. Ia bagaikan corong yang memperjelas koneksi antara penonton dengan apa yang berkecamuk dalam diri Roy, pusat utama Sinematografi dan visual kelas atas siap memanjakan mata para pemirsadok. 20th Century FoxRoy McBride sendiri merupakan putra dari Clifford McBride Tommy Lee Jones, seorang astronot ternama yang pertama kali menjelajahi tata surya. Namun ekspedisi luar angkasa yang dipimpin oleh ayah Roy ini kehilangan kontak dengan bumi sejak mencapai Neptunus 16 tahun yang tema space opera, tentu saja film "Ad Astra" dituntut menghasilkan pemandangan luar angkasa yang memukau. Untungnya hal ini berhasil dieksekusi dengan baik. "Ad Astra" sukses menyajikan sejumlah visualisasi yang cukup realistis tetapi juga memukau kita warga bumi yang tak pernah melihat dunia dari antariksa. Baca Juga Horor di Siang Bolong, 6 Kelebihan & Kekurangan Midsommar 3. Disertai sejumlah aksi yang cukup mendebarkan dengan efek memukaudok. 20th Century FoxSerangan "Gelora" ini diduga ada hubungannya dengan hilangnya pesawat luar angkasa yang diawaki oleh Clifford McBride. Sebagai putranya, Roy McBride pun diminta oleh Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat SPACECOM untuk menjalani misi demi menemukan kembali sang ayah dan menemukan jawaban dari semua misteri tema utamanya adalah drama, tetapi Ad Astra juga diwarnai beberapa adegan aksi yang cukup mendebarkan lho! Ini jadi 'bumbu' yang cukup seru sepanjang durasi film. Sehingga penonton gak bakal bosan dengan monolog yang terus menerus diantarkan oleh sang tokoh Tempo lambat bisa menjadi pedang bermata dua, terutama bagi yang punya ekspektasi berbeda tentang genre space operadok. 20th Century FoxMeski begitu, kamu yang berharap "Ad Astra" akan menyerupai keseruan petualangan luar angkasa seperti "Gravity" 2013 atau "The Martian" 2015 mungkin akan kecewa. Alih-alih mendebarkan, film ini lebih menitikberatkan pada perjalanan sang tokoh utama sebagai manusia yang mencari jawaban untuk berbagai intrik dalam ini semakin terlihat dari tempo cerita yang cenderung lambat alias slow burn, dan sangat berfokus pada pikiran serta tindakan Roy McBride. Lagi-lagi tujuan utama kita bukan menyelamatkan diri dari alam, atau menyelesaikan teka-teki menemukan kedamaian lewat serangkaian peristiwa yang mengalir perlahan tapi Sarat narasi puitis, bergulat tentang kejiwaan serta intrik kehidupan mungkin bukan topik yang bisa selalu cocok dengan semua penontondok. 20th Century FoxFilm "Ad Astra" juga tergolong berbeda dari film-film antariksa lainnya dari cara narasinya. Selain didominasi monolog, kata-kata yang digunakan Roy McBride dalam menceritakan kisahnya pun tergolong seolah mendengar sambil melihat visualisasi prosa dari pergulatan jiwa seorang astronot, yang meskipun punya kapasitas untuk menjelajahi tata surya, pada akhirnya hanyalah manusia biasa layaknya cerita tentang kontemplasi kehidupan ini bisa dimaklumi bukan topik yang akan selalu mudah dicerna atau disukai semua penonton dibanding genre laga atau dia 5 kelebihan dan kekurangan film "Ad Astra", film terbaru Brad Pitt yang bertema luar angkasa. Walau punya premis yang menyerupai petualangan antariksa, ternyata ada hal unik dan berbeda dari film garapan James Gray yang satu Times memberi skor 3,5/5 untuk "Ad Astra". Jangan lupa saksikan di bioskop favoritmu ya! Baca Juga 6 Kelebihan Once Upon A Time in Hollywood yang Bikin Kamu Harus Nonton
Indonesia Pendapatan. kotor. Rp. ,00. ILY from 38.000 FT, kadang ditulis dengan ILY from 38.000 Ft (dibaca I Love You from 38.000 Feet) adalah film drama Indonesia yang dirilis pada 5 Juli 2016. [1] Film ini dibintangi oleh Michelle Ziudith dan Rizky Nazar. Film ini merupakan penampilan perdana Michelle Ziudith tanpa Dimas
Connection timed out Error code 522 2023-06-15 100117 UTC Host Error What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d79f829bba50eac • Your IP • Performance & security by CloudflareMisteriNama Khairunisa di Akhir Film ILY from 38.000 FT - ShowBiz Liputan6.com. Rizky Nazar Dan Michelle Ziudith Beradu Akting Di Film I Love You From 38 000 Ft. ILY from 38.000 Ft" Raih 1 Juta Penonton, Ini Kata Michelle Ziudith - Tabloidbintang.com. Michelle Ziudith Banjir Hadiah usai Promo Film ILY From 38.000 Ft - Rancah Post
Lagi Rame! Pentingnya Izin Perpanjangan Izin Pemakaman Aturan dan Mahalnya Biaya Pemakaman di Jerman Denver Nuggets Juara NBA 2023! Study Tour, Bagian Kurikulum? Study Tour, antara Manfaat dan Kendala Wisata yang Cocok untuk Study Tour Mas Teddy Mohon Tunggu... Buruh - Be Who You Are - semakin banyak kamu belajar akan semakin sadarlah betapa sedikitnya yang kamu ketahui. - melatih kesabaran dengan main game jigsaw puzzle. - admin blog Selanjutnya Tutup Lyfe Artikel Utama 31 Maret 2016 0751 Diperbarui 31 Maret 2016 1127 2463 Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. [caption caption="Sumber 30 Maret kemarin diperingati sebagai Hari Film Nasional. Tanggal ini dipilih karena pada tanggal 30 Maret ini tepatnya 30 Maret 1950 adalah hari pertama syuting film “Darah dan Do’a Long March of Siliwangi” karya sutradara Usmar Ismail. Film ini dianggap sebagai film lokal pertama yang bercirikan Indonesia, yang 100 % made in perfilman Indonesia sendiri sebenarnya sudah cukup panjang, bahkan melebihi usia republik ini. Film pertama di Indonesia adalah film bisu berjudul “Loetoeng Kasaroeng” karya sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp 1926.Meski sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, mengapa perfilman Indonesia susah berkembang? Inilah beberapa penyebabnyaProduserJumlah produser film Indonesia yang bisa dihitung dengan jari mengakibatkan film yang dihasilkannya hanya berputar di tema yang itu-itu saja, sesuai selera sang produser. Selera keluarga Punjabi tentu berbeda dengan selera Mira Lesmana dan Ari Sihasale, misalnya. Anda bisa menebak sendiri film jenis apa yang diproduksi oleh keluarga Punjabi, Mira Lesmana dan Ari Sihasale. Tentu bukan masalah jika itu sudah menjadi ciri khas mereka, seperti halnya Walt Disney yang punya ciri khas memproduksi film-film segala umur. Menjadi masalah karena jumlah produser film Indonesia tidak banyak, sehingga penonton tidak banyak mendapatkan film dengan tema alternatif. Jika film dengan genre horor sedang tren atau laris, maka dia akan membuat film horor lagi. Horor lagi dan horor lagi. Begitu juga jika film dengan tema religi ternyata laris, film berikutnya pasti bertema religi lagi. Dengan kekuatan uangnya sang produser bisa mendikte jenis film apa yang akan sutradara kita kurang memperhatikan detil adegan. Bisa jadi karena harus mengejar deadline alias kejar tayang. Bisa juga karena naskah atau skenarionya yang kurang detil. Almarhum Teguh Karya adalah sutradara yang sangat memperhatikan detil karena beliau juga seorang penulis skenario.[caption caption="Gambar dari [/caption]Saya ambil contoh dari film “Denias, Senandung di Atas Awan” John de Rantau, 2006. Lihat cuplikan adegan Enos pulang ke kampungnya untuk mengambil rapor. Digambarkan Enos harus berlari naik turun bukit, menyeberangi sungai dan danau. Mungkin, sang sutradara ingin memperlihatkan betapa jauh dan beratnya perjalanan Enos sekaligus ingin memperlihatkan betapa cantiknya alam Papua. Bagi yang belum mengenal geografi dan topografi Papua mungkin akan manggut-manggut saja sekaligus berdecak kagum. Tetapi karena film ini didasarkan pada kisah nyata dengan tempat kejadian yang betul-betul ada, saya justru merasa heran. Memang jalur transportasi darat di Papua sangat minim, tapi apa iya dari Kuala Kencana ke Ilaga harus lewat Danau Habaema? Entah itu karena skenarionya yang bilang begitu atau kemauan sang sutradara. Bagi saya kok aneh.[caption caption="Gambar dari [/caption]Saya ambil contoh lagi film “The Raid” Gareth Evans, 2011. Meski film laga ini sukses luar biasa dan mendapat banyak pujian, baik dari dalam maupun luar negeri, tetap saja ada adegan yang membuat saya geleng-geleng kepala. Bukan karena takjub, tapi karena heran bahkan ingin tertawa. Bayangkan, di dalam gedung apartemen berlantai 30, lantainya bisa ditembus/dilubangi dengan kapak karena terbuat dari kayu. Kalau dinding atau sekatnya terbuat dari kayu/papan atau multiplek, OK-lah. Masih bisa diterima. Tapi kalau lantainya dari kayu/papan? Woouuuww! Apalagi lantai yang di koridor/gang terbuat dari beton. Bagaimana bisa, begitu masuk ruangan lantainya berubah terbuat dari kayu/papan? Hellooww... apa kata orang konstruksi bangunan!Penulis Naskah atau SkenarioSebetulnya kelemahan utama dan pertama dunia film Indonesia berawal dari naskah atau skenarionya. Permasalahannya naskah atau skenario sangat terkait dengan sutradara dan produsernya. Ada naskah dan skenario bagus, ada sutradara yang mau menggarapnya tapi tidak ada produser yang mau mendanai. Sebaliknya meski naskah dan skenarionya tidak bagus tapi kalau ada produser yang mau keluar dana, ya jadi filmnya. Ujung-ujungnya kembali ke kita saksikan cerita yang ujug-ujug’ alias tiba-tiba tanpa asal muasal yang jelas. Yang paling sering kita lihat ketika yang miskin, lemah atau teraniaya berdo’a, memohon kepada Yang Maha Kuasa. Bisa ditebak di adegan atau beberapa adegan berikutnya do’anya pasti terkabul tanpa adanya upaya dari yang berdo’a. Untuk urusan naskah dan skenario, terus terang saja, penulis naskah dan skenario kita –secara umum- masih kalah dibandingkan dengan film India.[caption caption="Gambar dari [/caption]Ambil contoh film “Lagaan” 2001, yang masuk dalam nominasi penghargaan Academy Awards Oscar untuk kategori film berbahasa asing terbaik. Film ini berkisah tentang perjuangan warga sebuah desa di India melawan kolonial Inggris melalui permainan cricket. Bagaimana jatuh bangunnya warga desa dalam membentuk tim cricket tergambar dengan sangat jelas dan detil dalam film yang berdurasi 3 jam 35 menit tersebut. Tidak ujug-ujug bisa main cricket dan menang. Kalau dirunut lebih jauh, kelemahan penulisan cerita dalam film-film kita karena pelajaran mengarang kurang mendapat perhatian di bangku sekolah. Sehingga kita kekurangan cerita yang bagus dan variatif. Kita kekurangan cerita dengan tema olah raga, kriminal, detektif dan misteri yang bukan hantu. Saya berharap ada cerita seperti dalam film “The DaVinci Code” Ron Howard, 2006 atau sekuel “Taken” 2008, 2012 & 2014, -terutama sekuel pertama- yang mengajak kita untuk berpikir secara terstruktur. Dulu ada serial detektif di majalah remaja Hai’ bernama Imung yang ditulis oleh Arswendo Atmowiloto. Semoga ada sutradara dan produser yang mau menggarapnya.[caption caption="gambar dari [/caption]Salah satu kurang berkembangnya cerita dalam perfilman kita adalah masih adanya beberapa isu yang cukup sensitif bagi sebagian masyarakat kita, sehingga para penulis cerita enggan atau tidak punya cukup keberanian untuk menyinggung apalagi mengangkat isu sensitif tersebut. Kondisi ini tentu berbeda dengan di Amerika dan Eropa, yang bebas menulis tentang apa belakang pendidikan, ekonomi dan budaya penonton Indonesia yang sangat beragam akan menghasilkan penilaian yang berbeda pula terhadap sebuah film. Bagi kebanyakan penonton yang berasal dari golongan menengah ke bawah, film yang bagus itu adalah film yang menghibur, yang ringan-ringan saja tanpa banyak mikir. Buat mereka sisi teknis perfilman seperti editing, sinematografi, tata suara dan musik dan lain-lainya tidak penting. Pokoknya nonton dan merasa terhibur. Titik. Sebaliknya bagi penonton yang merasa terdidik, film bukan hanya sekedar hiburan. Tapi harus ada nilai plusnya, baik dari sisi teknis perfilmannya mau pun pesan yang disampaikan oleh film kubu ini akan menghasilkan penilaian yang bertolak belakang terhadap sebuah film. Contoh gamblang, film-film Warkop DKI. Bagi kebanyakan orang Indonesia yang merasa terhimpit dengan beban kehidupan, nonton film Warkop DKI adalah hiburan yang menyenangkan. Film-film Warkop DKI mampu mengalihkan sekaligus melupakan sejenak beratnya kehidupan. Namun bagi kalangan tertentu film-film Warkop DKI tidak lucu sama sekali. Mereka berpendapat “film kok nggak jelas juntrungannya”, “ceritanya gak nyambung” dan komentar-komentar minor lainnya. Menurut mereka film komedi yang bagus itu seperti “The Gods Must be Crazy” 1980 atau “A Fish Called Wanda” 1988, misalnya. 1 2 Lihat Lyfe Selengkapnya
DetailTentang Film ILY from 38.000 FT: ===== Judul : ILY from 38.000 FT (2016) Genre : Drama, Romance Sutradara : Asep Kusnidar Penulis Naskah : Sukdev Singh dan Tisa TS Negara : Indonesia Di tayangkan pada : 5 Juli 2016 Tayang di tv Indonesia : 2 Maret 2019, Sabtu pukul 12.30 WIB Detail Daftar Pemain ILY from 38.000 FT :
Jakarta I Love You from Feet atau ILY from FT menyandingkan Rizky Nazar-Michelle Ziudith di layar lebar. Pasangan ini sebelumnya sudah sempat main bareng di Magic Hour 2015. Namun, saat itu bukan Rizky melainkan Dimas Anggara yang diplot sebagai pasangan Michelle di film perdana produksi Screenplay Films. Jauh sebelumnya, Rizky-Michelle sudah dipasangkan dalam 3 judul sinetron. Cantik Cantik Magic, Sajadah Cinta Maryam, dan terakhir Alphabet yang usai Januari lalu. Dengan demikian, chemistry keduanya harusnya sudah tak perlu diragukan lagi. 5 Manfaat Cokelat Bubuk untuk Kecantikan dan Cara Menggunakannya 6 Dampak Negatif Sering Konsumsi Makanan Asam, Bisa Picu Masalah Kesehatan 6 Makanan Ini Baik Dikonsumsi untuk Penderita Asam Lambung Begitupun yang terjadi di ILY from FT. Meski tak sesempurna duet Dimas-Michelle di dua film sebelumnya, Rizky-Michelle tampil natural untuk menghidupkan karakter mereka dalam film ini; Arga dan Aletta. Tulisan ini tak hendak menceritakan isi filmnya. Karena toh sudah banyak bertebaran review di situs lain. Tulisan ini hanya ingin mengungkapkan kesan setelah menonton film ini, beberapa hari yang lalu. Tanpa bermaksud spoiler alias membocorkan cerita, ada tiga hal yang patut disorot dari akhir film ILY from FT. Dan tiga hal ini rasanya juga jadi perhatian banyak penonton, termasuk pembaca. Apa saja? Yuk, disimak. Maaf, buat pembaca yang belum menonton film ini, diharap berhenti di sini. Pertama, mengapa tak ada adegan ciuman di ILY from FT? Pertanyaan di atas yang coba ditujukan ke Tisa TS, penulis skenario yang ide ceritanya berasal dari produser Sukhdev Singh. Pertanyaan ini mungkin juga jadi pertanyaan orang yang sudah menyaksikan filmnya dalam 8 hari kemarin. Lantas, apa jawabannya? Tisa TS menjawab begini, "Karena target kita tim produksi adalah remaja. Kita ingin romance yang dalam tanpa harus ada adegan fisik seperti ciuman. Kita lebih milih mengarah ke hati. Sebenarnya, produser meminta. Tapi penulis nggak mau." Nah, sudah terjawab rasa penasaran banyak penonton. Sebelumnya banyak yang menilai ending film ini akan lebih romantis jika diakhiri dengan 'kissing scene' saat tokoh Aletta kembali bertemu lagi dengan Arga yang disangkanya tewas setelah satu tahun menghilang. Kedua, mengapa tokoh Arga harus hidup lagi? Karena menyasar pangsa remaja sebagai pasar utama, ILY from FT tak mungkin menyajikan cerita berat yang membuat penontonnya uring-uringan. Meski begitu, cerita ringan tapi tak cheesy juga patut diperhatikan. Jika tokoh Arga tetap dikisahkan tewas, lalu Aletta menikah dengan tokoh pria lain yaitu Dito diperankan Verrell Bramasta, bisa jadi blunder buat film ini. Penonton khususnya penggemar duet Rizky-Michelle jelas tak mau akhir ILY from FT berakhir tragis macam begitu. Yang penonton inginkan seusai menonton adalah senyuman bahagia melihat dua tokoh utamanya bisa bersanding di akhir film. Terakhir, bagaimana nasib Amanda Rawles setelah ILY from FT? Amanda hanya main beberapa menit di ILY from FT sebagai Tiara, perawat yang menjaga Arga sejak ditemukan selamat. Namun, dengan penampilannya yang sebentar saja sudah bikin penonton kesengsem. Wajah manis Amanda terbayang-bayang di benak pria-pria yang menemani pacarnya menonton ILY from FT. Remaja kelahiran 25 Agustus 2000 ini baru main 4 judul sinetron. Duyung 2015, judul terakhir yang memasangnya jadi pemeran utama, cukup mengangkat namanya dikenal pecinta sinetron. Amanda juga sudah main dua film tahun lalu Ayah Menyayangi Tanpa Akhir dan 7 Hari Menembus Waktu. Sebelum ILY from FT, Amanda juga muncul di Dubsmash Movie bersama Jessica Mila. Agaknya tak salah jika diprediksi karier akting Amanda ke depannya bakal cerah. Bukan hanya di film, tapi di sinetron. Setelah ILY from FT, rasanya kita bakal sering melihat Amanda di sinetron buatan Screenplay Films berikutnya. Sepertinya halnya Nadya Arina yang mencuri perhatian saat main di Magic Hour, lalu bersinar di banyak sinetron. Siapa tahu?* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.